Wikikamus:Terjemahan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
k ←Suntingan 180.246.115.115 (bicara) dikembalikan ke versi terakhir oleh Kisti
Baris 38:
|}
 
=== Templat-templat semua Bahasa ===
″KUDA LUMPING″
Mengenal Salah Satu Kesenian di Jawa
 
<pre>
* {{af}} : {{trad-|af|}}
Nama Kelompok : - Haris Andriyanto (16)
* {{sq}} : {{trad-|sq|}}
- Bayu Kurniawan S (10)
* {{ar}} : {{trad-|ar|}}
- M. Ahdan Mubarok (
* {{an}} : {{trad-|an|}}
* {{hy}} : {{trad-|hy|}}
* {{ast}} : {{trad-|ast|}}
* {{az}} : {{trad-|az|}}
* {{ban}} : {{trad-|ban|}}
* {{bkr}} : {{trad-|bkr|}}
* {{bm}} : {{trad-|bm|}}
* {{bjn}} : {{trad-|bjn|}}
* {{eu}} : {{trad-|eu|}}
* {{nl}} : {{trad-|nl|}}
* {{be}} : {{trad-|be|}}
* {{bew}} : {{trad-|bew|}}
* {{bh}} : {{trad-|bh|}}
* {{bis}} : {{trad-|bis|}}
* {{bs}} : {{trad-|bs|}}
* {{br}} : {{trad-|br|}}
* {{bug}} : {{trad-|bug|}}
* {{bg}} : {{trad-|bg|}}
* {{cs}} : {{trad-|cs|}}
* {{day}} : {{trad-|day|}}
* {{da}} : {{trad-|da|}}
* {{otd}} : {{trad-|otd|}}
* {{dun}} : {{trad-|dun|}}
* {{dbl}} : {{trad-|dbl|}}
* {{eo}} : {{trad-|eo|}}
* {{et}} : {{trad-|et|}}
* {{fo}} : {{trad-|fo|}}
* {{fi}} : {{trad-|fi|}}
* {{fy}} : {{trad-|fy|}}
* {{gl}} : {{trad-|gl|}}
* {{ka}} : {{trad-|ka|}}
* {{gu}} : {{trad-|gu|}}
* {{hak}} : {{trad-|hak|}}
* {{haw}} : {{trad-|haw|}}
* {{hi}} : {{trad-|hi|}}
* {{zh-min-nan}} : {{trad-|zh-min-nan|}}
* {{hu}} : {{trad-|hu|}}
* {{iba}} : {{trad-|iba|}}
* {{he}} : {{trad-|he|}}
* {{io}} : {{trad-|io|}}
* {{en}} : {{trad-|en|}}
* {{ia}} : {{trad-|ia|}}
* {{ga}} : {{trad-|ga|}}
* {{is}} : {{trad-|is|}}
* {{it}} : {{trad-|it|}}
* {{jv}} : {{trad-|jv|}}
* {{ja}} : {{trad-|ja|}}
* {{de}} : {{trad-|de|}}
* {{kab}} : {{trad-|kab|}}
* {{kn}} : {{trad-|kn|}}
* {{yue}} : {{trad-|yue|}}
* {{krl}}: {{trad-|krl|}}
* {{ca}} : {{trad-|ca|}}
* {{ky}} : {{trad-|ky|}}
* {{tlh}} : {{trad-|tlh|}}
* {{ko}} : {{trad-|ko|}}
* {{hr}} : {{trad-|hr|}}
* {{ku}} : {{trad-|ku|}}
* {{vkt}} : {{trad-|vkt|}}
* {{la}} : {{trad-|la|}}
* {{lv}} : {{trad-|lv|}}
* {{lbx}} : {{trad-|lbx|}}
* {{li}} : {{trad-|li|}}
* {{lt}} : {{trad-|lt|}}
* {{jbo}} : {{trad-|jbo|}}
* {{mhy}} : {{trad-|mhy|}}
* {{mk}} : {{trad-|mk|}}
* {{mt}} : {{trad-|mt|}}
* {{mnc}} : {{trad-|mnc|}}
* {{zh}} : {{trad-|zh|}}
* {{gv}} : {{trad-|gv|}}
* {{mr}} : {{trad-|mr|}}
* {{ms}} : {{trad-|ms|}}
* {{abs}} : {{trad-|abs|}}
* {{mhp}} : {{trad-|mhp|}}
* {{bve}} : {{trad-|bve|}}
* {{bvu}} : {{trad-|bvu|}}
* {{jax}} : {{trad-|jax|}}
* {{mfp}} : {{trad-|mfp|}}
* {{max}} : {{trad-|max|}}
* {{xmm}} : {{trad-|xmm|}}
* {{chm}} : {{trad-|chm|}}
* {{min}} : {{trad-|min|}}
* {{mdf}} : {{trad-|mdf|}}
* {{mn}} : {{trad-|mn|}}
* {{mtd}} : {{trad-|mtd|}}
* {{nv}} : {{trad-|nv|}}
* {{nap}} : {{trad-|nap|}}
* {{ne}} : {{trad-|ne|}}
* {{nij}} : {{trad-|nij|}}
* {{no}} : {{trad-|no|}}
* {{nov}} : {{trad-|nov|}}
* {{oj}} : {{trad-|oj|}}
* {{oc}} : {{trad-|oc|}}
* {{plm}} : {{trad-|plm|}}
* {{fr}} : {{trad-|fr|}}
* {{fa}} : {{trad-|fa|}}
* {{pl}} : {{trad-|pl|}}
* {{pt}} : {{trad-|pt|}}
* {{qu}} : {{trad-|qu|}}
* {{ro}} : {{trad-|ro|}}
* {{ru}} : {{trad-|ru|}}
* {{se}} : {{trad-|se|}}
* {{sbx}} : {{trad-|sbx|}}
* {{sr}} : {{trad-|sr|}}
* {{bla}} : {{trad-|bla|}}
* {{scn}} : {{trad-|scn|}}
* {{sl}} : {{trad-|sl|}}
* {{sk}} : {{trad-|sk|}}
* {{wen}} : {{trad-|wen|}}
* {{es}} : {{trad-|es|}}
* {{su}} : {{trad-|su|}}
* {{sv}} : {{trad-|sv|}}
* {{sw}} : {{trad-|sw|}}
* {{tgl}} : {{trad-|tgl|}}
* {{ta}} : {{trad-|ta|}}
* {{tt}} : {{trad-|tt|}}
* {{te}} : {{trad-|te|}}
* {{th}} : {{trad-|th|}}
* {{tpi}} : {{trad-|tpi|}}
* {{tr}} : {{trad-|tr|}}
* {{uk}} : {{trad-|uk|}}
* {{ur}} : {{trad-|ur|}}
* {{uz}} : {{trad-|uz|}}
* {{vi}} : {{trad-|vi|}}
* {{vo}} : {{trad-|vo|}}
* {{vot}} : {{trad-|vot|}}
* {{wa}} : {{trad-|wa|}}
* {{cy}} : {{trad-|cy|}}
* {{xh}} : {{trad-|xh|}}
* {{yi}} : {{trad-|yi|}}
* {{el}} : {{trad-|el|}}
* {{yo}} : {{trad-|yo|}}
* {{ypk}} : {{trad-|ypk|}}
* {{zu}} : {{trad-|zu|}}
</pre>
 
----
 
{{terjemahan}}
SMA NEGERI 1 TENGARAN
{{(}}
TAHUN PELAJARAN 2010/2011
* {{af}} : {{trad-|af|}}
 
* {{sq}} : {{trad-|sq|}}
KATA PENGANTAR
* {{ar}} : {{trad-|ar|}}
 
* {{an}} : {{trad-|an|}}
Puja dan puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa sehingga pada semester genap ini saya telah dapat menyusun sebuah makalah yang sangat sederhana dengan judul ″KUDA LUMPING″ Mengenal Salah Satu Kesenian di Jawa.
* {{hy}} : {{trad-|hy|}}
Pembuatan makalah ini disusun untuk memenuhi tugas bahasa jawa. Dalam pembuatan makalah ini bertujuan untuk mengetahui salah satu contoh kebudayaan jawa yang mulai menghilang di jaman modern ini yang harus dilestarikan supaya tidak hilang.
* {{ast}} : {{trad-|ast|}}
Pembuatan makalah ini masih banyak kesalahan, untuk itu saya selaku penulis minta maaf. Semoga kliping ini bermanfaat bagi para anak muda khususnya masyarakat yang membaca pada umumnya.
* {{az}} : {{trad-|az|}}
 
* {{bkr}} : {{trad-|bkr|}}
 
* {{ban}} : {{trad-|ban|}}
 
* {{bm}} : {{trad-|bm|}}
 
* {{bjn}} : {{trad-|bjn|}}
 
* {{eu}} : {{trad-|eu|}}
 
* {{nl}} : {{trad-|nl|}}
 
* {{be}} : {{trad-|be|}}
BAB I
* {{bew}} : {{trad-|bew|}}
PENDAHULUAN
* {{bh}} : {{trad-|bh|}}
 
* {{bis}} : {{trad-|bis|}}
1.1 Latar Belakang Masalah
* {{bs}} : {{trad-|bs|}}
Makalah ini kami susun untuk memenuhi tugas bahasa jawa. Dan bertujuan untuk memberikan pembaca lebih mengenal kebudayaan di Indonesia salah satunya yaitu kuda lumping yang sudah ada sejak jaman dahulu. Masalah sosial yang harus kita waspadai bahwa Indonesia masih terus dijajah hingga sekarang dengan masuknya kebudayaan asing yang mencoba menyingkirkan kebudayaan-kebudayaan lokal. Oleh karena itu, kita sebagai generasi penerus bangsa mempunyai kewajiban mengembalikan kebudayaan yang sejak dahulu ada dan jangan sampai punah ditelan zaman modern ini. Pemerintah dan masyarakat diharapkan agar secara terus-menerus menelusuri kembali kebudayaan apa yang hingga saat ini hampir tidak terdengar lagi, untuk kemudian dikembangkan dan dilestarikan kembali nilai-nilai kebudayaan Indonesia.
* {{br}} : {{trad-|br|}}
 
* {{bug}} : {{trad-|bug|}}
2.1 Rumusan Masalah
* {{bg}} : {{trad-|bg|}}
a. apa penyebab munculnya kuda lumping ?
* {{cs}} : {{trad-|cs|}}
b. apa kegunaan kuda lumping pada jaman dahulu ?
* {{day}} : {{trad-|day|}}
c. apa tokoh/karakter dalam kuda lumping ?
* {{da}} : {{trad-|da|}}
d. apa saja yang dilakukan pemain ketika kesurupan ?
* {{otd}} : {{trad-|otd|}}
 
* {{dun}} : {{trad-|dun|}}
 
* {{dbl}} : {{trad-|dbl|}}
BAB II
* {{eo}} : {{trad-|eo|}}
2.1 Landasan teori
* {{et}} : {{trad-|et|}}
KUDA LUMPING SIMBOL PERLAWANAN TERHADAP ELIT, BUDAYA YANG TERPINGGIRKAN
* {{fo}} : {{trad-|fo|}}
Pada masa kekuasaan pemerintahan Jawa dijalankan dibawah kerajaan, aspirasi dan ruang bergumul rakyat begitu dibatasi, karena perbedaan kelas dan alasan kestabilan kerajaan. Meski dalam kondisi tertekan, rakyat tidaklah mungkin melakukan perlawanan secara langsung terhadap penguasa. Rakyat sadar bahwa untuk melakukan perlawan, tidak cukup hanya dengan bermodalkan cangkul dan parang, namun dibutuhkan kekuatan dan kedigdayaan serta logistic yang cukup. Menyadari hal itu, akhirnya luapan perlawanan yang berupa sindiran diwujudkan dalam bentuk kesenian, yaitu kuda lumping. Sebagai tontonan dengan mengusung nilai-nilai perlawanan, sebenarnya kuda lumping juga dimaksudkan untuk menyajikan tontonan yang murah untuk rakyat. Disebut sebagai tontonan yang murah meriah karena untuk memainkannya tidak perlu menghadirkan peralatan musik yang banyak sebagaimana karawitan. Diplih kuda, karena kuda adalah simbol kekuatan dan kekuasaan para elit bangsawan dan prajurit kerajaan ketika itu yang tidak dimiliki oleh rakyat jelata. Permainan Kuda Lumping dimainkan dengan tanpa mengikuti pakem seni tari yang sudah ada dan berkembang dilingkungan ningrat dan kerajaan. Dari gerakan tarian pemainnya tanpa menggunakan pakem yang sudah mapan sebelumnya menunjukkan bahwa seni ini hadir untuk memberikan perlawanan terhadap kemapanan kerajaan.
* {{fi}} : {{trad-|fi|}}
Selain sebagai media perlawanan seni Kuda Lumping juga dipakai oleh para ulama sebagai media dakwah, karena kesenian Kuda Lumping merupakan suatu kesenian yang murah dan cukup digemari oleh semua kalangan masyarakat, seperti halnya Sunan Kalijogo yang menyebarkan Islam atau dakwahnya lewat kesenian Wayang Kulit dan Dandang Gulo, beliau dan para ulama jawa juga menyebarkan dakwahnya melalui kesenian-kesenian lain yang salah satunya adalah seni kuda lumping,
* {{fy}} : {{trad-|fy|}}
Bukti bahwa kesenian ini adalah kesenian yang mempunyai sifat dakwah adalah dapat dilihat dari isi cerita yang ditunjukan oleh karakter para tokoh yang ada dalam tarian Kuda Lumping, tokoh-tokoh itu antara lain para prajurit berkuda, Barongan dan Celengan. Dalam kisahnya para tokoh tersebut masing-masing mempunyai sifat dan karakter yang berbeda, simbul Kuda menggambarkan suatu sifat keperkasaan yang penuh semangat, pantang menyerah, berani dan selalu siap dalam kondisi serta keadaan apapun, simbul kuda disini dibuat dari anyaman bambu, anyaman bambu ini memiliki makna, dalam kehidupan manusia ada kalannya sedih, susah dan senang, seperti halnya dengan anyaman bambu kadang diselipkan keatas kadang diselipkan kebawah, kadang kekanan juga kekiri semua sudah ditakdirkan oleh yang kuasa, tinggal manusia mampu atau tidak menjalani takdir kehidupan yang telah digariskan Nya, Barongan dengan raut muka yang menyeramkan, matanya membelalak bengis dan buas, hidungnya besar, gigi besar bertaring serta gaya gerakan tari yang seolah-olah menggambarkan bahwa dia adalah sosok yang sangat berkuasa dan mempunyai sifat adigang, adigung, adiguno yaitu sifat semaunnya sendiri, tidak kenal sopan santun dan angkuh, simbul Celengan atau Babi hutan dengan gayanya yang sludar-sludur lari kesana kemari dan memakan dengan rakus apa saja yang ada dihadapanya tanpa peduli bahwa makanan itu milik atau hak siapa, yang penting ia kenyang dan merasa puas, seniman kuda lumping mengisyaratkan bahwa orang yang rakus diibaratkan seperti Celeng atau Babi hutan.
* {{gl}} : {{trad-|gl|}}
Sifat dari para tokoh yang diperankan dalam seni tari kuda lumping merupakan pangilon atau gambaran dari berbagai macam sifat yang ada dalam diri manusia. Para seniman kuda lumping memberikan isyarat kepada manusia bahwa didunia ini ada sisi buruk dan sisi baik, tergantung manusianya tinggal ia memilih sisi yang mana, kalau dia bertindak baik berarti dia memilih semangat kuda untuk dijadikan motifsi dalam hidup, bila sebaliknya berarti ia memlih semangat dua tokoh berikutnya yaitu Barongan dan Celengan atau babi hutan.
* {{ka}} : {{trad-|ka|}}
Banyak orang yang salah paham dalam memaknai seni Kuda lumping, mereka beranggapan bahwa para pelaku seni kuda lumping adalah pemuja roh hewan seperti roh kuda, anggapan itu adalah salah, simbul kuda disini hanya diambil semangatnya untuk memotifsi hidup, sama halnya dengan suporter sepak bola di Indonesia, di kota Malang misalnya, mereka menganggap bahwa dirinya adalah Singo Edan, seporter bola di Surabaya mereka menamakan dirinya Bajol Ijo, bahkan Negara Indonesia sendiri menggunakan sosok hewan sebagai lambang Negara yaitu seekor burung Garuda, yang kesemuanya itu adalah nama-nama hewan, jadi merupakan hal yang salah bila kesenian Kuda Lumping dianggab kelompok kesenian yang mendewakan hewan.
* {{gu}} : {{trad-|gu|}}
Sekelompok orang juga beranggapan bahwa kesenian Kuda Lumping dengan dengan kemusyrikan karena identik dengan kesurupan atau kalap, kemenyan, dupa dan bunga bungaan, anggapan bahwa kuda lumping dekat dengan kemusyrikan adalah tidak benar, justru para pelaku seni Kuda Lumping berusaha mengingatkan manusia bahwa di dunia ini ada dua macam alam kehidupan, ada alam kehidupan nyata dan alam kehidupan Gaib hal ini telah dijelaskan dalam Alqur`an surat Anas dan manusia wajib untuk mengimaninya. Fenomena kalap atau kesurupan bisa terjadi dimana saja dan dapat menimpa siapa saja, baik dikalangan arena Kuda Lumping maupun tempat-tempat formal seperti Sekolahan atau Pabrik, hal itu tergantung pada kondisi fisik dan Psikologis individu yang bersangkutan, sedangkan kemenyan, dupa dan bunga-bungaan tidak lebih dari sekedar wewangian yang tidak pernah dilarang dalam Islam bahkan dianjurkan penggunaanya.
* {{hak}} : {{trad-|hak|}}
Selain para tokoh yang telah disebutkan, dalam kesenian kuda lumping warna juga memiliki makna, warna yang dominan dalam kesenian ini ada tiga, warna merah, hitam dan putih, masing-masing warna tersbut secara filosois juga memiliki makna yang berbeda, warna merah melambangkan kebernian, kewibawaan dan semangat kepahlawanan, warna putih melambangkan kesucian, makna kesucian disini adalah kesucian pikiran dan hati yang akan direfleksikan dalam semua panca indera sehingga menghasilakan suatu tindak-tanduk yang selaras dan dapat dijadikan panutan, warna hitam
* {{haw}} : {{trad-|haw|}}
Seni Kuda lumping merupakan jenis kesenian rakyat yang sederhana, dalam pementasanya tidak diperlukan suatu koreografi khusus serta perlengkapan peralatan gamelan seperti halnya karawitan, gamelan untuk mengiringi seni kuda lumping cukup sederhana, hanya terdiri dari satu buah kendang, dua buah kenong, dua buah gong dan sebuah selompret, sajak-sajak yang dibawakan dalam mengiringi tarian semuanya berisikan himbauan agar manusia senantiasa melakukan perbuatan baik dan selalu eling ingat pada sang pencipta.
* {{hi}} : {{trad-|hi|}}
Secara filosofis masing-masing alat musik yang digunakan dalam mengiringi tari kuda lumping juga memiliki makna yang berbeda, kendang berbunyi ndang…ndang…tak…ndlab mempunyai makna yen wis titiwancine ndang-ndango mangkat ngadeb marang pengeran yang mempunyai arti kalau sudah waktunya cepat-cepat bangun menghadap tuhanmu, dalam melakukan ibadah jangan suka ditunda-tunda kenong ……. Slompret ……. Gong ……..
* {{zh-min-nan}} : {{trad-|zh-min-nan|}}
* {{hu}} : {{trad-|hu|}}
* {{iba}} : {{trad-|iba|}}
Kebudayaan Indonesia yang telah ada sejak zaman dahulu kala bukan hanya dari sudut pandang kebudayaannya, tetapi juga dari sisi medis, psikologi, dan masalah sosial yang tampak.
* {{he}} : {{trad-|he|}}
Kuda Lumping adalah kesenian rakyat Jawa. Akhir-akhir ini kebudayaan Kuda Lumping kembali terdengar namanya di kalangan masyarakat sejak beberapa waktu lalu diakui oleh masyarakat Johor, Malaysia sebagai miliknya selain kesenian Reog Ponorogo.
* {{io}} : {{trad-|io|}}
Menurut sejarah, kesenian Kuda Lumping lahir sebagai simbolisasi bahwa rakyat juga memiliki kemampuan (kedigdayaan) dalam menghadapi musuh ataupun melawan kekuatan elite kerajaan yang memiliki bala tentara. Di samping, juga sebagai media menghadirkan hiburan yang murah-meriah namun fenomenal kepada rakyat banyak.
* {{en}} : {{trad-|en|}}
Kuda Lumping adalah kesenian tari yang menggunakan kuda bohong-bohongan terbuat dari anyaman bambu serta diiringi oleh musik gamelan seperti: gong, kenong, kendang, dan slompret mampu membuat para penonton terkesima oleh setiap atraksi-atraksi penunggang (penari) Kuda Lumping. Hebatnya, penari Kuda Lumping tradisional yang asli umumnya diperankan oleh anak putri yang berpakaian lelaki bak prajurit kerajaan. Saat ini, pemain kuda lumping lebih banyak dilakoni oleh anak lelaki. Bunyi sebuah pecutan (cambuk) besar yang sengaja dikenakan para pemain kesenian ini, menjadi awal permainan dan masuknya kekuatan mistis yang bisa menghilangkan kesadaran si pemain. Dengan menaiki kuda dari anyaman bambu tersebut, penunggang kuda yang pergelangan kakinya diberi kerincingan ini pun mulai berjingkrak-jingkrak, melompat-lompat hingga berguling-guling di tanah. Selain melompat-lompat, penari Kuda Lumping pun melakukan atraksi lainnya, seperti memakan beling dan mengupas sabut kelapa dengan giginya. Beling (kaca) yang dimakan adalah bohlam lampu yang biasa sebagai penerang rumah. Lahapnya ia memakan beling seperti layaknya orang kelaparan, tidak meringis kesakitan dan tidak ada darah pada saat ia menyantap beling-beling tersebut.
* {{ia}} : {{trad-|ia|}}
Jika dilihat dari keseluruhan permainan Kuda Lumping, bunyi pecutan yang tiada henti mendominasi rangkaian atraksi yang ditampilkan. Agaknya, setiap pecutan yang dilakukan oleh si penunggang terhadap dirinya sendiri, yang mengenai kaki atau bagian tubuhnya yang lain, akan memberikan efek magis. Artinya, ketika lecutan anyaman rotan panjang diayunkan dan mengenai kaki dan tubuhnya, si penari kuda lumping akan merasa semakin kuat, semakin perkasa, semakin digdaya. Umumnya, dalam kondisi itu, ia akan semakin liar dan kuasa melakukan hal-hal muskil dan tidak masuk diakal sehat manusia normal.
* {{ga}} : {{trad-|ga|}}
Semburan api yang keluar dari mulut para pemain lainnya diawali dengan menampung bensin di dalam mulut mereka lalu disemburkan pada sebuah api yang menyala pada setangkai besi kecil yang ujungnya dibuat sedemikian rupa agar api tidak mati sebelum dan sesudah bensin itu disemburkan dari mulutnya. Pada permainan Kuda Lumping, makna lain yang terkandung adalah warna. Adapun warna yang sangat dominan pada permaian ini yaitu; merah, putih dan hitam. Warna merah melambangkan sebuah keberanian serta semangat. Warna putih melambangkan kesucian yang ada didalam hati juga pikiran yang dapat mereflesikan semua panca indera sehingga dapat dijadikan sebagai panutan warna hitam.
* {{is}} : {{trad-|is|}}
Sebagai sebuah atraksi penuh mistis dan berbahaya, tarian kuda lumping dilakukan di bawah pengawasan seorang ”pimpinan supranatural”. Biasanya, pimpinan ini adalah seorang yang memiliki ilmu gaib yang tinggi yang dapat mengembalikan sang penari kembali ke kesadaran seperti sedia kala. Dia juga bertanggung jawab terhadap jalannya atraksi, serta menyembuhkan sakit yang dialami oleh pemain Kuda Lumping jika terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan dan menimbulkan sakit atau luka pada si penari. Namun, jika dilihat dari sudut pandang psikologi, orang yang melakukan proses seperti di atas dikenal dengan sebutan medium. Orang tersebut hanya menjadi sarana dari sesosok jiwa yang lain, dalam menyampaikan sesuatu (jiwa yang lain itu sering dianggap arwah, yakni jiwa orang yang sudah meninggal). Terkait dengan medium adalah kondisi trans, yakni keadaan di mana seseorang mengalami disosiasi dan kehilangan kesadaran terhadap lingkungan sekitarnya serta melakukan berbagai gerak otomatis. Dalam kasus di atas, terjadi pada pemain yang dirasuki arwah.
* {{it}} : {{trad-|it|}}
Namun, perlu disadari benda-benda tajam yang masuk ke dalam rongga pencernaan bisa menimbulkan luka yang dalam istilah medis dikenal dengan istilah trauma tembus abdomen. Usus merupakan organ yang paling sering terkena pada luka tembus abdomen, sebab usus mengisi sebagian besar rongga abdomen. Bila perforasi terjadi di bagian atas, misalnya di daerah lambung, maka akan terjadi perangsangan segera sesudah trauma dan akan terjadi gejala peritonitis hebat. Sedangkan bila bagian bawah, seperti kolon, mula-mula tidak terdapat gejala karena mikroorganisme membutuhkan waktu untuk berkembang biak baru setelah 24 jam timbul gejala akut abdomen karena perangsangan peritoneum.
* {{jv}} : {{trad-|jv|}}
 
* {{ja}} : {{trad-|ja|}}
 
* {{de}} : {{trad-|de|}}
 
* {{kab}} : {{trad-|kab|}}
 
* {{kn}} : {{trad-|kn|}}
 
* {{yue}} : {{trad-|yue|}}
 
* {{krl}}: {{trad-|krl|}}
 
* {{ca}} : {{trad-|ca|}}
BAB III
* {{ky}} : {{trad-|ky|}}
PENUTUP
* {{klh}} : {{trad-|klh|}}
 
* {{ko}} : {{trad-|ko|}}
3.1 Analisis
* {{hr}} : {{trad-|hr|}}
a. Pada masa kekuasaan pemerintahan Jawa dijalankan dibawah kerajaan, aspirasi dan ruang bergumul rakyat begitu dibatasi, karena perbedaan kelas dan alasan kestabilan kerajaan. Meski dalam kondisi tertekan, rakyat tidaklah mungkin melakukan perlawanan secara langsung terhadap penguasa. Rakyat sadar bahwa untuk melakukan perlawan, tidak cukup hanya dengan bermodalkan cangkul dan parang, namun dibutuhkan kekuatan dan kedigdayaan serta logistic yang cukup. Menyadari hal itu, akhirnya luapan perlawanan yang berupa sindiran diwujudkan dalam bentuk kesenian, yaitu kuda lumping. Sebagai tontonan dengan mengusung nilai-nilai perlawanan, sebenarnya kuda lumping juga dimaksudkan untuk menyajikan tontonan yang murah untuk rakyat. Disebut sebagai tontonan yang murah meriah karena untuk memainkannya tidak perlu menghadirkan peralatan musik yang banyak sebagaimana karawitan. Diplih kuda, karena kuda adalah simbol kekuatan dan kekuasaan para elit bangsawan dan prajurit kerajaan ketika itu yang tidak dimiliki oleh rakyat jelata. Permainan Kuda Lumping dimainkan dengan tanpa mengikuti pakem seni tari yang sudah ada dan berkembang dilingkungan ningrat dan kerajaan. Dari gerakan tarian pemainnya tanpa menggunakan pakem yang sudah mapan sebelumnya menunjukkan bahwa seni ini hadir untuk memberikan perlawanan terhadap kemapanan kerajaan.
* {{ku}} : {{trad-|ku|}}
b. Selain sebagai media perlawanan seni Kuda Lumping juga dipakai oleh para ulama sebagai media dakwah, karena kesenian Kuda Lumping merupakan suatu kesenian yang murah dan cukup digemari oleh semua kalangan masyarakat, seperti halnya Sunan Kalijogo yang menyebarkan Islam atau dakwahnya lewat kesenian Wayang Kulit dan Dandang Gulo, beliau dan para ulama jawa juga menyebarkan dakwahnya melalui kesenian-kesenian lain yang salah satunya adalah seni kuda lumping.
* {{vkt}} : {{trad-|vkt|}}
c. Tokoh yang ada dalam tarian Kuda Lumping, tokoh-tokoh itu antara lain para prajurit berkuda, Barongan dan Celengan. Dalam kisahnya para tokoh tersebut masing-masing mempunyai sifat dan karakter yang berbeda, simbul Kuda menggambarkan suatu sifat keperkasaan yang penuh semangat, pantang menyerah, berani dan selalu siap dalam kondisi serta keadaan apapun, simbul kuda disini dibuat dari anyaman bambu, anyaman bambu ini memiliki makna, dalam kehidupan manusia ada kalannya sedih, susah dan senang, seperti halnya dengan anyaman bambu kadang diselipkan keatas kadang diselipkan kebawah, kadang kekanan juga kekiri semua sudah ditakdirkan oleh yang kuasa, tinggal manusia mampu atau tidak menjalani takdir kehidupan yang telah digariskan Nya, Barongan dengan raut muka yang menyeramkan, matanya membelalak bengis dan buas, hidungnya besar, gigi besar bertaring serta gaya gerakan tari yang seolah-olah menggambarkan bahwa dia adalah sosok yang sangat berkuasa dan mempunyai sifat adigang, adigung, adiguno yaitu sifat semaunnya sendiri, tidak kenal sopan santun dan angkuh, simbul Celengan atau Babi hutan dengan gayanya yang sludar-sludur lari kesana kemari dan memakan dengan rakus apa saja yang ada dihadapanya tanpa peduli bahwa makanan itu milik atau hak siapa, yang penting ia kenyang dan merasa puas, seniman kuda lumping mengisyaratkan bahwa orang yang rakus diibaratkan seperti Celeng atau Babi hutan.
* {{la}} : {{trad-|la|}}
d. Sebagai sebuah atraksi penuh mistis dan berbahaya, tarian kuda lumping dilakukan di bawah pengawasan seorang ”pimpinan supranatural”. Biasanya, pimpinan ini adalah seorang yang memiliki ilmu gaib yang tinggi yang dapat mengembalikan sang penari kembali ke kesadaran seperti sedia kala. Dia juga bertanggung jawab terhadap jalannya atraksi, serta menyembuhkan sakit yang dialami oleh pemain Kuda Lumping jika terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan dan menimbulkan sakit atau luka pada si penari. Namun, jika dilihat dari sudut pandang psikologi, orang yang melakukan proses seperti di atas dikenal dengan sebutan medium. Orang tersebut hanya menjadi sarana dari sesosok jiwa yang lain, dalam menyampaikan sesuatu (jiwa yang lain itu sering dianggap arwah, yakni jiwa orang yang sudah meninggal). Terkait dengan medium adalah kondisi trans, yakni keadaan di mana seseorang mengalami disosiasi dan kehilangan kesadaran terhadap lingkungan sekitarnya serta melakukan berbagai gerak otomatis. Dalam kasus di atas, terjadi pada pemain yang dirasuki arwah. Namun, perlu disadari benda-benda tajam yang masuk ke dalam rongga pencernaan bisa menimbulkan luka yang dalam istilah medis dikenal dengan istilah trauma tembus abdomen. Usus merupakan organ yang paling sering terkena pada luka tembus abdomen, sebab usus mengisi sebagian besar rongga abdomen. Bila perforasi terjadi di bagian atas, misalnya di daerah lambung, maka akan terjadi perangsangan segera sesudah trauma dan akan terjadi gejala peritonitis hebat. Sedangkan bila bagian bawah, seperti kolon, mula-mula tidak terdapat gejala karena mikroorganisme membutuhkan waktu untuk berkembang biak baru setelah 24 jam timbul gejala akut abdomen karena perangsangan peritoneum.
* {{lv}} : {{trad-|lv|}}
3.2 Kesimpulan
* {{lbx}} : {{trad-|lbx|}}
Kuda Lumping adalah kesenian rakyat Jawa. Akhir-akhir ini kebudayaan Kuda Lumping kembali terdengar namanya di kalangan masyarakat sejak beberapa waktu lalu diakui oleh masyarakat Johor, Malaysia sebagai miliknya selain kesenian Reog Ponorogo.
* {{li}} : {{trad-|li|}}
Masalah sosial yang harus kita waspadai bahwa Indonesia masih terus dijajah hingga sekarang dengan masuknya kebudayaan asing yang mencoba menyingkirkan kebudayaan-kebudayaan lokal. Oleh karena itu, kita sebagai generasi penerus bangsa mempunyai kewajiban mengembalikan kebudayaan yang sejak dahulu ada dan jangan sampai punah ditelan zaman modern ini. Pemerintah dan masyarakat diharapkan agar secara terus-menerus menelusuri kembali kebudayaan apa yang hingga saat ini hampir tidak terdengar lagi, untuk kemudian dikembangkan dan dilestarikan kembali nilai-nilai kebudayaan Indonesia.
* {{lt}} : {{trad-|lt|}}
{{-}}
* {{jbo}} : {{trad-|jbo|}}
* {{mhy}} : {{trad-|mhy|}}
* {{mk}} : {{trad-|mk|}}
* {{mt}} : {{trad-|mt|}}
* {{mnc}} : {{trad-|mnc|}}
* {{zh}} : {{trad-|zh|}}
* {{gv}} : {{trad-|gv|}}
* {{mr}} : {{trad-|mr|}}
* {{ms}} : {{trad-|ms|}}
* {{abs}} : {{trad-|abs|}}
* {{mhp}} : {{trad-|mhp|}}
* {{bve}} : {{trad-|bve|}}
* {{bvu}} : {{trad-|bvu|}}
* {{jax}} : {{trad-|jax|}}
* {{mfp}} : {{trad-|mfp|}}
* {{max}} : {{trad-|max|}}
* {{xmm}} : {{trad-|xmm|}}
* {{chm}} : {{trad-|chm|}}
* {{min}} : {{trad-|min|}}
* {{mdf}} : {{trad-|mdf|}}
* {{mn}} : {{trad-|mn|}}
* {{mtd}} : {{trad-|mtd|}}
* {{nv}} : {{trad-|nv|}}
* {{nap}} : {{trad-|nap|}}
* {{ne}} : {{trad-|ne|}}
* {{nij}} : {{trad-|nij|}}
* {{no}} : {{trad-|no|}}
* {{nov}} : {{trad-|nov|}}
* {{oj}} : {{trad-|oj|}}
* {{oc}} : {{trad-|oc|}}
* {{plm}} : {{trad-|plm|}}
* {{fr}} : {{trad-|fr|}}
* {{fa}} : {{trad-|fa|}}
* {{pl}} : {{trad-|pl|}}
* {{pt}} : {{trad-|pt|}}
* {{qu}} : {{trad-|qu|}}
* {{ro}} : {{trad-|ro|}}
* {{ru}} : {{trad-|ru|}}
* {{se}} : {{trad-|se|}}
* {{sbx}} : {{trad-|sbx|}}
* {{sr}} : {{trad-|sr|}}
* {{bla}} : {{trad-|bla|}}
* {{scn}} : {{trad-|scn|}}
* {{sl}} : {{trad-|sl|}}
* {{sk}} : {{trad-|sk|}}
* {{wen}} : {{trad-|wen|}}
* {{es}} : {{trad-|es|}}
* {{su}} : {{trad-|su|}}
* {{sv}} : {{trad-|sv|}}
* {{sw}} : {{trad-|sw|}}
* {{tgl}} : {{trad-|tgl|}}
* {{ta}} : {{trad-|ta|}}
* {{tt}} : {{trad-|tt|}}
* {{te}} : {{trad-|te|}}
* {{th}} : {{trad-|th|}}
* {{tpi}} : {{trad-|tpi|}}
* {{tr}} : {{trad-|tr|}}
* {{uk}} : {{trad-|uk|}}
* {{ur}} : {{trad-|ur|}}
* {{uz}} : {{trad-|uz|}}
* {{vi}} : {{trad-|vi|}}
* {{vo}} : {{trad-|vo|}}
* {{vot}} : {{trad-|vot|}}
* {{wa}} : {{trad-|wa|}}
* {{cy}} : {{trad-|cy|}}
* {{xh}} : {{trad-|xh|}}
* {{yi}} : {{trad-|yi|}}
* {{el}} : {{trad-|el|}}
* {{yo}} : {{trad-|yo|}}
* {{ypk}} : {{trad-|ypk|}}
* {{zu}} : {{trad-|zu|}}
{{)}}